TAWAS

Terkecoh sekaligus lucu tapi tak membuatku tertawa. Aku takut, hanya berkesimpulan begitu setelah membaca berita online. Berita soal tindakan penyitaan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap 7 Kg barang mencurigakan yang diduga sabu. Tak disangka, bukan barang haram yang disita, melainkan batu tawas sesuai hasil uji laboratorium forensik. Tawas batu "ajaib" penghilang bau ketiak.

"Semua biasa terjadi". Itu pernyataan Direktur Reserse Narkoba Polda Sulsel, Kombespol Hermawan. Entah pernyataannya sebagai ungkapan bela diri institusi ataukah menutupi kesan tak jeli. Aku tak mau berspekulasi.

Yang jelas publik telah punya penilaian tersendiri soal penyitaan yang dilakukan Polres Sidrap atas informasi yang diperoleh dari Polres Nunukan, Kalimantan Timur itu.

Ibaratnya nasi telah jadi bubur. Informasi telanjur dirilis ke publik. Belakangan harus dipaksa memberi klarifikasi ulang. Imbasnya suka tak suka, mau tak mau, Korps Bhayangkara harus lapang dada menerima ledekan, kritik bahkan cemoohan gara-gara batu tawas.

Tapi sebagai pemakai tawas, aku berpikir, antara batu tawas dan narkoba jenis sabu, sebenarnya memang punya kesamaan. Sama-sama mampu membuat orang percaya diri. 
Tawas mampu meredam "sakkulu", ampuh mengalahkan deodoran pabrikan. Siapa pun yang memakainya dipeluk rasa percaya diri. Ketiaknya dijamin bebas bau meskipun keringat membanjiri tubuh.
Sabu pun begitu. Saat digunakan, zat metamfetamin yang dikandung sabu, menghasilkan perasaan kenyamanan dan energi percaya diri menjadi meningkat.
Pemakai akan cenderung memaksakan dirinya untuk melakukan sesuatu dengan lebih cepat dan lebih jauh dari yang seharusnya.

Tawas dan sabu punya efek yang berlawanan. Kalau tawas mampu menjernihkan air keruh, sesuatu yang nyata bisa terlihat, sementara sabu justru sebaliknya. Lamat-lamat pengaruh narkoba yang ditemukan pertama kali di Jerman tahun 1887 itu, akan bekerja mengotori pikiran jernih. Kerusakan otak akan terjadi ketika dikonsumsi dalam waktu lama.

Sekali lagi nasi telah jadi bubur. Tapi kasus salah sita tawas yang disangka sabu semestinya jangan dianggap sebagai ruang kesempatan mencela kerja kepolisian. Jauh lebih elok, membangun pikiran positif sebagaimana efek tawas pada air keruh.

Belopa, 13 Maret 2019

Tulisan ini akan terbit di buku : 
Jalan Tuhan dan Celana Kolor ; Keluarga Persahabatan dan Kesetiaan.
Karya : Muhammad Nursaleh

Post a Comment

أحدث أقدم