BELAJAR JADI GEMBALA

Belajar Jadi Gembala
Oleh : Ust. Alfit

Suatu ketika, seorang gembala begitu sedih tatkala mengetahui satu diantara 100 dombanya hilang, tersesat tak tahu arah pulang. Gembala tersebut tetap saja sedih, kendatipun seorang teman mencoba menenangkan dengan mengatakan; “bukankah engkau masih memiliki 99 ekor domba yang selamat? Bahagialah, biarkan yang satu itu hilang”. 

Sang gembala tak peduli dengan nasehat itu. Ia memutuskan pergi, mencari satu domba yang hilang. Selang beberapa saat, sang gembala berhasil menemukan satu domba yang hilang itu. Domba itu ditemukan sendiri dalam kesedihan dan ketakutan akan serigala, berharap pemiliknya menemukan dan membawanya kembali pulang, berkumpul dengan 99 saudaranya.

Betapa bahagia hati si gembala tatkala berhasil menemukan satu domba yang hilang. Bahkan, kebahagiaan yang ia rasakan akibat menemukan satu domba yang hilang lebih besar ketimbang kebahagiannya terhadap 99 ekor domba yang tidak hilang.

Kisah di atas adalah kiasan kasih-sayang Yesus terhadap umatnya. Yesus adalah sebaik-baiknya gembala yang komitmen tuk menjaga seluruh umatnya. Ia akan sangat sedih bila kehilangan salah satu diantara umatnya. Hatinya berduka bila umatnya tenggelam dalam dosa. Yesus lebih sedih lagi bila orang-orang (yang merasa diri) baik/suci mengambil jarak, meninggalkan manusia-manusia yang berlumur dosa.

Dengan keluasan kasihnya, Yesus hadir kepada para pendosa. Dengan tangan kedamaiannya, Yesus merangkul manusia-manusia yang termarjinalkan itu dan menempatkannya dalam naungan kasih.

Firmanya; “jika seorang mempunyai seratus ekor domba, dan seekor diantaranya tersesat, tidakkah ia meninggalkan 99 ekor di pegunungan dan pergi mencari yang seekor itu? Sesungguhnya aku berkata kepadamu;”jika ia berhasil menemukannya, lebih besar kegembiraannya atas yang seekor itu daripada atas ke-99 yang tidak sesat”. Demikian juga bapakmu yang di surga, IA tidak menghendaki salah seorang dari anak-anak-Nya hilang tak tahu arah”. (MAT 18: 12-14)

Menebarkan cinta dan merangkul setiap makhluk, terlebih makhluk yang diaggap “hina” adalah watak para nabi, dan tentu juga merupakan "watak" Tuhan. Para nabi diutus dengan membawa misi harmonisasi. Mereka yang mengaku pewaris nabi, mesti mewarisi watak dan misi para nabi.

Oleh karena itu, para ulama, para rahib, para pendeta, para biksu, para guru, para orang tua, para pemimpin dan setiap mereka yang mengambil peran sebagai “gembala”, mesti mengayomi setiap manusia dengan semangat cinta. Setiap gembala mesti bersedih hati jika kehilangan satu diantara domba-dombanya. Bukan justru bahagia dan merelakan yang satu dengan asumsi masih banyak yang selamat.

Tapi, lihatlah kondisi kemanusiaan kita. Kita yang mengaku sebagai filosof, mengaku sebagai ulama, mengaku sebagai pengayom, seberapa lembut tangan kita untuk merangkul mereka yang bodoh? Seberapa teduh hati kita untuk menaungi mereka yang berlumur dosa? Seberapa luas pikiran kita untuk merangkul setiap mereka yang berbeda pahaman dan keyakinan dengan kita? 

Ataukah memang benar, hati kita dipenuhi cinta kepada mereka yang baik saja, namun sesak dengan kebencian kepada mereka yang berlumur dosa. Ataukah tangan kita hanya terbuka pada mereka yang pintar saja, namun tertutup rapat bagi mereka yang bodoh dan kehilangan arah. Ataukah pikiran kita hanya mencintai teman seideologi saja namun mencaci mereka yang berbeda dengan kita.

Jika benar demikian, maka kita bukanlah gembala, melainkan domba-domba yang tersesat. Oleh karena itu, kita mesti belajar menjadi gembala dari Yesus, dari Muhammad, dari Budha, dari manusia-manusia suci dan dari Tuhan pemilik kasih yang nir-batas. Yesus berkata; Aku tidak diutus kepada orang-orang baik. Aku diutus kepada para pendosa, merangkul mereka dan membawanya pada jalan kebaikan.

Salam Damai Penuh Cinta

~Alfit Lyceum
#salamharmonisasi
#filsafatharmonisasi

Post a Comment

أحدث أقدم