REVIEW FILM : Panda Po', dan Kita Sebagai Kemanunggalan

Film Kungfu Panda III, "seorang panda" bernama Po harus mengalah seekor banteng bernama Kai yang turun dari dunia arwah . Kai memiliki hasrat kuat untuk mendapatkan semua kekuatan master kungfu yang di sebut dengan Chi. Po sebagai seorang pendekar naga yang bersamaan dinobatkan menjadi seorang guru memiliki tanggungjawab untuk menghentikan niat buruk si raja banteng.



Namun untuk bisa melakukan itu Po harus menjadi seorang pendekar yang memiliki Chi sejati. Hal itu harus di awali dengan "mengenal diri sendiri". Proses mengenal diri sendiri tampak aneh bagi seorang Po, namun karena sebuah jalan maka harus di tempuh.

Singkat cerita Po berhasil ke alam Arwah dengan cara mengorban dirinya sendiri, bagi Po tak ada cara lain selain mengembalikan Kai ke alam arwah agar tak memberi akibat buruk yang lebih besar bagi keluarga, dan teman-temannya. Akhir cerita “seorang Po” berhasil mengalahkan Raja Banteng kemudian membebaskan semua Chi yang berada dalam tawanan Kai si Raja Banteng.

Chi adalah kekuatan yang ada pada setiap orang seperti itulah yang di katakan dalam Film Kungfu Panda, butuh proses bersemedi hingga 40 tahun hingga bisa menjadi seorang pendekar yang menguasai Chi yang ada dalam dirinya. Shifu sang guru harus bertapa 40 tahun lagi agar Chi yang sejati bisa diperolehnya. Mengenal diri sendiri akan berefek pada adanya kesimbangan antara Ying dan Yang dalam setiap orang.

Keseimbangan banyak di kenal dalam berbagai pandangan. Dalam perspektif keadilan, menempatkan sesuatu pada tempatnya hingga adanya keseimbangan dimana sesuatu akan memperoleh sesuai dengan takaran yang dimilikinya. tak lebih dan tak kurang.

Dalam acara-acara motivasi juga kita dapatkan perspektif keseimbangan antara IQ, EQ, SQ (mungkin sudah berkembang karena saya hanya tahu 3 hal itu). Kesimbangan ketiga hal tersebut dalam diri seseorang tak hanya berpengaruh pada dirinya tapi bagi semesta dan dengan itu pula seseorang dapat memperoleh kesuksesan.

Dalam Agama pun, bagi saya, keseimbangan menjadi hal yang selalu di diskusikan. Agama selain mengatur hubungan antara individu dan Tuhannya juga mengatur hubungan antara sesama manusia. Hingga wajar saja ketika Guru para ulama Fiqih Imam Ja'far berkata "jika ingin melihat keberagamaan seseorang bukan dari banyak ibadahnya tapi seperti apa dia bersikap pada orang lain". Baik dan buruknya hubungan sesama Tuhan akan berimbang atau sejalan dengan baik buruknya hubungan sesama manusia.

Dalam perspektif lingkungan keseimbangan juga menjadi bahan diskusi utamanya ketika perspektif kearifan lokal dalam menjaga keseimbangan alam. Hubungan antara pegunungan dan pesisir melalui awan dan sungai harus terjaga. Jika hutan di pegunungan sudah gundul maka sungai tak mengalirkan air karna tak ada lagi penyimpan air di dalam tanah. Musim hujan tiba maka efek banjir dan tercemarnya pinggiran laut oleh lumpur juga menghancurkan ekosistem yang ada di lautan. Sekalipun kadang awan tetap akan menurunkan hujan pada musimnya. Namun turunnya hujan lebih banyak melahirkan bencana.

Para politisi yang menduduki posisi "kekuasaan" harus berimbang antara keinginan dirinya dan harapan dari masyarakat yang selalu kita sebut dengan partisipatif. Jika saja semata hanya untuk diri dan kelompoknya kekuasaan itu di jalankan maka kita mudah menebak ada ketidakseimbangan dalam pemerintahan itu. Maka hal itu akan melahirkan ketidakpercayaan masyarakat pada pemimpinnya.

Sekali lagi keseimbangan, namun semua akan kembali pada seberapa bisa diri kita mengungkap semua tabir-tabir pengetahuan yang tersembunyi. Tak ada manusia yang bertindak tanpa pengetahuan, tak ada akan bisa seseorang mengenal dirinya tanpa adanya pengetahuan dan tak ada usaha mewujudkan keseimbangan tanpa berdasarkan pengetahuan.

Dalam film kungfu panda III usaha Po untuk mendapat Chi dan menyeimbangkan dalam dirinya tidak hanya semata menjadikan dirinya sebagai subjek tapi melibatkan semua orang-orang disekitarnya. Chi dalam setiap manusia menyatu dalam diri Po, hingga di alam arwah Po tidak terkalahkan oleh Kai.

Selain itu kesimbangan tak akan terjadi tanpa adanya hubungan antara satu dengan yang lain. Perbedaan unik dalam film ini, ketika Shifu (master tikus) mendapatkan Chi melalui semedi 40 tahun namun Po mendapatkannya hanya dalam waktu singkat. Mengapa.?? Karena Shifu melakukan itu hanya melibatkan dirinya sementara Po melibatkan banyak orang lain, kehadiran Po bukan hanya membuat dia memperoleh Chi pada dirinya tapi juga memunculkan Chi hal itu pada setiap orang.

Maka jangan heran tak sedikit kita dapatkan celaan bagi mereka yang hanya duduk sujud beribadah tanpa peduli pada kondisi sosial atau sibuk memikirkan diri seindiri tanpa mempedulikan orang lain. Keseimbangan itu membangun hubungan yang saling memberi efek. Setiap orang yang telah mengenal dirinya dan mendapatkan keseimbangan jiwanya (maaf saya juga bingung mau pakai kalimat apa) tak hanya memiliki efek pada dirinya tapi pada semesta. Karena semua ciptaan hadir saling terhubung satu dengan lainnya dan memiliki hubungan sesuai dengan takarannya.

Endingnya adalah, tak ada yang sempurna, dan tak saling membutuhkan satu sama lain sebagai ciptaan. Namun semua terkait dan melebur menjadi satu yang disebut kesatuan tunggal. Jika setiap kita sudah mengenal diri kita maka setiap kita akan mengenal yang lain, saling mengerti, memahami, dan menghargai sebagai sesama bagian semesta.(*)


(*)Acep Crisandy, aktivis HMI Palopo yang dikenal kalem dan tenang. Selain aktif menulis kritik sosial melalui akun media sosialnya, ia tercatat pula sebagai pengurus Perkumpulan Wallacea, sebuah ornop yang konsen pada isu-isu sosial dan lingkungan. Acep juga merupakan salah satu penggagas Sureq

http://cemarapalopo.blogspot.com/2016/04/panda-po-dan-kita-sebagai-kesatuan.html

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama