Bahasa Aktivis dan Krisis Logika Warganet

       Alfit Lyceum

Bahasa Aktivis dan Krisis Logika Warganet 

"Jika Tuhan tak mampu memberikan kesejahteraan, maka Tuhan pun kami lawan", teriak salah seorang aktivis Makassar saat berorasi di depan gedung gubernur SulSel.

Seperti biasa, di dunia maya, warganet kita kembali berisik. Keimanan mereka terusik. Mereka merasa perlu membela Tuhan, dengan membuli sang orator yang sedang memperjuangkan kesejahteraan rakyat. 

Bukan rahasia, warganet kita memang hebat-hebat, jago kritik, bahkan bisa memviralkan fenomena, hingga membentuk opini publik. Tentulah saya akan sangat bangga, jika di dunia nyata, warganet kita juga mampu berteriak sekeras teriakan mereka di dunia maya. Sayang, di dunia nyata, mulut mereka bungkam, padahal kesejahteraan dan keadilan masih perlu diperjuangkan.

Di dunia nyata, di hadapan para pejabat dan aparat, dengan tubuh bermandi peluh, sang orator (yang belakangan diketahui bernama Hendri), berkata lantang, JIKA Tuhan tak mampu memberikan kesejahteraan, MAKA Tuhan pun kami lawan. Secara logikal, adakah yang salah dari orasi tersebut, adakah yang perlu diributkan?

Mungkin, warganet perlu sejenak meliburkan tarian jemarinya di atas smartphone, dan mulai membuka buku2 pergerakan, plus kitab-kitab logika. Dengan membaca buku-buku pergerakan, warganet akan memahami bahasa aktivis yang penuh amarah, heroik, gamblang tanpa tedeng aling-aling. Beda sangat dengan bahasa politisi yang ambigu, yang menggusur, namun mereka namakan menata.

Soekarno berkata, "berikan aku 7 pemuda, akan kucabut gunung semeru dari akarnya". Kalau Soekarno mengucapkan itu di hadapan kaum milenial, niscaya akan direspon dengan kalimat, "Wow, mencabut gunung semeru...Jangan belagu, tidak semudah itu ferguzo, nyabut pohon singkong aja gak bakalan kuat". 

Untunglah, Soekarno menyampaikan orasinya itu, sebelum kaum milenial lahir. Dengan begitu, orasinya disambut dengan api semangat yang semakin menyala berkobar, bukan dengan cibiran.

Juga, dengan membaca logika, tampaklah bahwa orasi Hendri di atas berjenis proposisi bersyarat tersambung (qhodiah syartiah muttasilah). Kita tahu, proposisi ini memiliki dua sisi yang disebut dengan anteseden (muqaddam) dan konsekuen (tali). Paling tidak, warganet juga harus tahu istilah-istilah logika, bukan hanya mengisi kepala dengan istilah-istilah milenial semisal "hi guys, like share n' subscribe yah dll".

Lantas apa itu proposisi syartiah muttasilah? Yaitu proposisi yang digunakan dalam silogisme istisnai ittisali dan memiliki hukum; bila anteseden terjadi, niscaya konsekuen pun mewujud. Dan jika konsekuen ternafikan, maka anteseden pun ternafikan. Atau sebaliknya, jika anteseden tidak terjadi, maka konsekuen pun tidak menjadi. Dan bila konsekuen terafirmasi, maka anteseden pun terafirmasi. Rumit? Saya beri contoh;

Jika [antesedennya] Tuhan memasukkan orang yang adil ke dalam neraka, maka [konsekuennya] saya akan memprotes Tuhan. Akan tetapi, [anteseden tidak terjadi, yakni] Tuhan tidak akan memasukkan orang adil ke dalam neraka, maka [konsekuen pun tidak akan menjadi, yakni] saya pun tidak akan memprotes-Nya.

Dari proposisi di atas, saya ingin menekankan sebuah nilai, bahwa keadilan identik dengan Tuhan. Bahwa Tuhan mustahil berbuat eksploitasi.

Orator itu berkata, jika Tuhan tak mampu memberikan kesejahteraan, maka Tuhan pun kami lawan. Apakah orator ini melawan Tuhan, seperti yang dipahami kebanyakan pencibir? Tentu tidak, dan tidak akan. Mengapa? Sebab anteseden tidak akan terjadi, maka konsekuen pun tidak berlaku.

Yakni, jika Tuhan tak mampu memberikan kesejahteraan, maka Tuhan pun kami lawan. Akan tetapi, Tuhan pastilah mampu memberikan kesejahteraan, maka pastilah kami tidak akan melawan-Nya.

Di tempat kejadian, usai sang orator mengatakan hal di atas, terdengarlah ucapan "astagfirullah" dari beberapa orang. Beruntung, Kambrin, selaku wakil jenderal lapangan dan juga salah satu pegiat filsafat, dengan sigap mengambil alih megapone dan mengklarifikasi bahwa tak ada yang perlu di-astagfirullah-kan, sebab orasi kawannya tak bertentangan dengan logika. Masalahnya ada pada para pendengar yang krisis logika.

Hakikatnya, dan sebenarnya kita pun sudah paham maksud hati sang orator, yaitu urgensi kesejahteraan. Bahwa kerakyatan, yakni kesejahteraan. Pemimpin harus menjamin kesejahteraan rakyatnya.

Sebenarnya, akan lebih bijak jika yang diviralkan warganet adalah substansi masalah yang menyebabkan turunnya mahasiswa ke jalan. Bukan justru meributi sepenggal orasi dari mahasiswa yang turun aksi demi kesejahteraan rakyat.

***
Warganet masih sibuk mencibir di dunia maya, membincangkannya di warkop2. Nun jauh di sana, sekira pukul tiga dini hari, di saat para pencibir tidur bersulam mimpi, Kambrin selaku wakil jenderal lapangan, ditangkap polisi dan dijebloskan ke penjara bersama dengan seorang kawannya bernama Rivand. Keduanya ditangkap dengan alasan merusak gerbang kantor gubernur saat aksi yang viral.

Lagi-lagi, aparat malah mempermasalahkan rusaknya gerbang kantor, mencarikan pasal-pasalnya, dan mengabaikan masalah sosial yang menyebabkan mahasiswa turun aksi dan berefek pada rusaknya gerbang kantor. Sepertinya, sudah jadi kebiasaan kita warga +62 bermain-main dengan buih ombak, tanpa pernah menyelam ke dasar laut.

~Alfit Lyceum
#salamharmonisasi
#filsafatharmonisasi

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama