Filsafat Ketauhidan Pancasila

Filsafat Ketauhidan Pancasila

Oleh : Ust. Alfit
Tauhid adalah cerita tentang keragaman dan ketunggalan. Tanpa keragaman dan ketunggalan, tauhid menjadi nirmakna. Seperti taktsir, yang juga cerita tentang ketunggalan dan keragaman. 

Tauhid yakni melihat keragaman sebagai hal yang tunggal. Ketunggalan dalam keragaman. Alam bukan keragaman yang tercerai-berai. Alam adalah keragaman yang terajut dalam bingkai ketunggalan. Ada ketunggalan yang meniscayakan setiap entitas saling terhubung satu dengan yang lainnya, dan kita sebut dengan relasi eksistensial. 

Intinya, tauhid yakni memandang tunggal yang plural. Sedang taktsir sebaliknya, yaitu memandang plural yang tunggal. Tauhid adalah tunggal dalam plural, sedang taktsir adalah plural dalam tunggal.

Dalam bingkai keindonesiaan, kita ketahui Indonesia bukan negara satu warna. Indonesia adalah negara ragam warna. Namun, ragam warna yang menghiasi Indonesia bukan keragaman yang tercerai-berai. Indonesia adalah keragaman yang saling terhubung, adalah keragaman yang menunggal. Dan benang yang menghubungkan ragam warna dalam Indonesia, kita kenal dengan nama PANCASILA yang bersemboyan BHINNEKA TUNGGAL IKA; yaitu banyak dalam satu, satu dalam banyak. 

Oleh karena itu, pancasila adalah cerita tentang pluralitas dan unitas. Tanpa pluralitas dan unitas, Pancasila akan kehilangan makna, Indonesia akan runtuh. Dan yang tersisa, hanyalah ragam warna yang saling terpisah dan tercerai-berai. Tauhid pancasila yakni memandang Indonesia sebagai bangsa yang satu dalam keragaman. Atau, sebagai bangsa yang beragam, namun satu.

Maka, segala upaya yang dapat menghilangkan kesatuan yang beragam, serta upaya pemaksaan warna, adalah agenda-agenda yang bertentangan dengan ketauhidan pancasila, yang disebut dengan kafir keindonesiaan.

Kafir keindonesiaan adalah memaksakan satu warna, entah itu warna Islam atau warna-warna yang lain. Kafir keindonesiaan juga bermakna mengoyak tenun kebangsaan, menjadikan Indonesia sebagai bagian-bagian yang tercerai-berai tanpa dimensi ketunggalan. Mereka yang kafir keindonesiaan mesti dihukum, sesuai dengan hukum yang berlaku.

Dimensi ketauhidan pancasila juga dapat dilihat dalam kelima silanya. Lima sila pancasila bukan sila-sila yang saling bertentangan, bukan keragaman tanpa keterhubungan. Lima sila pancasila adalah lima yang hakikatnya satu. Kelimanya, saling terkait satu dengan yang lain. 

Dengan kata lain, Sila kedua hingga sila kelima adalah turunan dan perwujudan dari sila pertama. Yakni, dalam perspektif keindonesiaan, engkau belum berketuhanan yang maha esa, jika engkau tidak menegakkan kemanusiaan, persatuan, demokrasi dan keadilan sosial.
Sila pertama adalah ruh tunggal yang mengalir dalam empat sila di bawahnya. Karena itu, kemanusiaan atau humanisme (sila kedua) Indonesia bukan humanisme imanen. Melainkan humanisme transenden, dimana setiap rakyatnya saling melayani satu dengan yang lain, sebagai wujud penghambaan kepada Tuhan. 

Persatuan Indonesia juga bukan persatuan tanpa nilai. Apalah artinya bersatu, bila untuk menjajah bangsa lain. Penjajahan di atas dunia, mesti dihapuskan. Persatuan Indonesia adalah persatuan dengan nafas ketuhanan, yang meniscayakan terwujudnya keadilan dan kebaikan bersama. Pun juga dengan sila demokrasi dan sila keadilan, yang berada dalam bingkai ketuhanan.

~Alfit Lyceum

*Sesorean bareng bpk Pdt. Dr. BL Padatu, M. Th, M. PA, dalam refleksi Sumpah Pemuda di Kampus STIE-LPI

#salamharmonisasi
#filsafatharmonisasi

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama