Ustad Alfit : Ngaji Kitab Bidayah Al-hikmah

Ngaji Kitab Bidayah Al-hikmah, bab 1 pasal 6
Oleh : Ustad Alfit ( dir. Lyceum Institute)
"...وإنما العقل لمكان أنسه بالماهيات يفترض الماهية موضوعة ويحمل الوجود عليها. وهو في الحقيقة من عكس الحمل..."
 
"...adapun akal, karena keintimannya pada mahiah (esensi), ia menduga bahwa mahiah adalah subjek yang kepadanya wujud dipredikatkan. Padahal hakikatnya, itu adalah predikasi terbalik..."

Penjelasan:
Umumnya kita mengatakan, spidol itu wujud (ada), kopi itu wujud, laut itu wujud, dan semacamnya. Yakni, kita meletakkan mahiah semisal spidol, kopi dan laut sebagai subjek, dan wujud sebagai predikat. Implikasinya, mahiah terlebih dahulu mesti ada, sebelum wujud hadir kepadanya sebagai predikat.

Dan ini, tentu bertentangan dengan prinsip keashilan wujud. Betapa tidak, keashilan wujud menegasi segala hal selain wujud. Maka asumsi keberadaan mahiah pra wujud, adalah sebuah kebatilan. Oleh itu, proposisi mesti dibalik; bukan mahiah yang berposisi sebagai subjek, tapi wujud. Proposisi yang benar, dan sesuai dengan keashilan wujud adalah, "wujud ini adalah spidol", "wujud ini adalah kopi", "wujud ini adalah laut" dan semacamnya.

Tapi mengapa umumnya kita meletakkan mahiah sebagai subjek, dan berkata misalnya, kopi itu wujud? Allamah Thabathabai menjawab, itu disebabkan akal kita terlanjur akrab dengan mahiah. 

Keakraban akal pada mahiah disebabkan tunduknya akal pada indra. Indra hanya melihat mahiah, indra akrab dengan mahiah. Akal yang tunduk pada indra pun, akhirnya memandang eksistensi sebagai kumpulan mahiah. Implikasinya, akal bermesraan dengan mahiah, melupakan wujud.

Dalam tafsir pun demikian adanya. Akal yang menjadi budak indra, niscaya akan akrab dengan materi. Saat itu, akal akan menafsirkan teks-teks (yang semestinya dimaknai secara non materi) secara materi.  

Lihat saja tafsiran sebagian pemabuk agama ihwal surga dan bidadari. Sungguh materialistik bukan. Itu disebabkan akal mereka terlanjur akrab dengan alam materi.  Maka surga (yang hakikatnya berada di alam non materi) pun dianggap sebagai destinasi wisata materi yang teduh dengan pepohonan dan sungai-sungai, serta dimeriahkan oleh gadis-gadis yang aduhai.

Saya tidak bisa bayangkan ekspresi mereka kelak, jika ternyata realitas bidadari tidak seseksi ekspektasi dan angan mereka. Meledakkan diri dan orang lain, akibat dari memuncaknya hasrat bercinta dengan 72 gadis, ternyata disana tak ada gadis, sungguh gigit jari.

Pun juga dengan gerak perfeksi. Akal yang terlanjur akrab dengan materi, akan menduga bahwa bentangan eksistensi hanya materi semata. Tak ada lagi kesempurnaan dibalik kesempurnaan materi. Akhirnya, jiwa tersesat di alam materi, tak menemukan jalan kembali.

Salah satu tujuan filsafat adalah mengurangi keakraban akal dengan alam materi. Akal mesti dikembalikan pada esensinya yang non materi, menjalin relasi ke alam non materi dan semua entitas non materi yang ada di dalamnya.

Lebih khusus lagi, akal mesti intim dengan puncak eksistensi, sebab dari segala sebab, sesempurnanya wujud, Tuhan yang esa. Dengan begitu, gerak raga di alam materi akan tertata dan beroleh nilai. Jiwa pun akan menemukan jalan kembali, jalan harmonisasi.

~Alfit Lyceum
#salamharmonisasi
#filsafatharmonisasi

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama