MANUSIA; HEWAN YANG BERAKAL ATAU HEWAN TERNAK?

MANUSIA; HEWAN YANG BERAKAL ATAU HEWAN TERNAK?

Oleh : ust. Alfit

"... Maksud dari manusia sebagai hewan yang berakal bukanlah yang mengetahui ilmu² alam semisal Biologi dan sejenisnya. Tapi, yang dimaksud adalah hewan yang mengetahui dan menyadari hakikat dirinya..."
(majmu_eye atsar, jilid 1, bo mukhotabho_ye asya, hal 202)
~Ali Syariati

Tafsir;
Manusia adalah entitas yang unik. Bila malaikat niscaya mengetahui hakikat dirinya, dan binatang ternak mustahil mengetahui hakikat dirinya, maka manusia adalah entitas yang BERPOTENSI mengetahui hakikat dirinya.

Yakni, tidak ada malaikat yang tidak mengetahui hakikat wujud mereka sebagai malaikat. Sebaliknya, tidak ada ayam misalnya, yang mengetahui apa hakikat wujud mereka sebagai ayam.

Karena itulah tidak pernah kita dengar ada diskursus para malaikat di langit tingkat tujuh. Tidak pula kita melihat sekumpulan anjing yang berdebat panas tentang hakikat diri mereka. Tolong diinfokan jika anda menemukan info tablig akbar para anjing dengan tema 'mewaspadai bahaya laten manusia'.

Yang marak kita dengar adalah diskursus para manusia yang membincang hakikat diri mereka. Sebenarnya sih, perbincangan ihwal hakikat diri sudah jarang ditemukan, kecuali di komunitas2 kecil filsafat. 

Pasalnya, kebanyakan manusia disibukkan oleh wacana apakah Om Dedy sudah sunat atau belum, dan fakta si aktris yang tak mampu ngupas salak. Juga, karena kebanyakan kita masih saja terjebak pada konflik politik antar pendukung, sementara yang didukung telah berbagi kursi.

Ala kulli hal, manusia adalah wujud yang sekali lagi BERPOTENSI menyingkap hakikat diri mereka sebagai manusia  (makrifatunnafs). Karena hanya potensi, maka akan ada diantara manusia yang mengaktualkan potensi tersebut, adapula yang tidak.

Mereka yang mengaktualkan potensi makrifatunnafsnya akan mengetahui hakikat dirinya, mereka naik level melampau level malaikat. Sementara itu, mereka yang tidak mengaktualkannya, tetap saja jahil akan hakikat dirinya. Mereka terhempas jauh di bawah binatang ternak.

Bagi Ali Syariati, manusia dikatakan hewan berakal lantaran pengetahuan mereka tentang hakikat diri, bukan tentang teknologi, kedokteran, hukum, politik dll. Dengan mengetahui hakikat diri sebagai manusia, maka hakikat ketuhanan pun akan tersingkap. Efeknya, pengetahuan politik, hukum, kedokteran dan teknologi yang dimiliki akan bercorak manusiawi dengan warna ilahi.

Tanpa mengetahui dan menyadari hakikat diri, maka semua pengetahuan lain akan menjadi senjata eksploitasi. Jangan heran jika eksploitasi demi eksploitasi dilakukan para pakar ilmu.

Kita saksikan, teknologi digunakan tuk menjajah, hukum yang tunduk pada uang, politik licik demi hasrat berkuasa, serta orang miskin yang dilarang sakit karena dokter lebih mendahulukan pasien kaya; pelayanan kesehatan disesuaikan dengan kemampuan anda membayar yuran kelas berapa, makin miskin anda, makin minim pelayanan yang anda peroleh, dan semacamnya. Semua itu terjadi karena mereka tak mengetahui satu ilmu, yaitu ilmu nafs.

Dalam sekumpulan kartu remi, manusia adalah Joker yang gelisah akan hakikat dirinya; darimana ia berasal, dimana ia sekarang, dan kemana ia akan melangkah. Hanya dengan mengenal hakikat diri, jalan menuju manusia aktual akan ditapaki. Dan akirnya, mengikuti logika Syariati, mereka yang tak mengetahui, apatahlagi tak berupaya mengetahui hakikat dirinya, tak layak disebut sebagai hewan yang berakal; mereka adalah HEWAN TERNAK.

~Alfit Lyceum
#salamharmonisasi
#filsafatharmonisasi

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama