KATA PENGANTAR
MERETAS GELISAH MEMBINGKAI MAKNA
(Pasang Surut Gerakan
Mahasiswa)
Dr. Aziz Hasyim,SE,.M.Si.
Hal terbesar dari cara kita mengukir
keabadian dan penonjolan eksisitensi ke”diri”an adalah berusaha menorehkan
tinta pena dalam membangun narasi-narasi pencerahan dan atau pencerdasan.
Mungkin itulah salah satu yang melatari kesadaran seorang Ibrahim Yakub
menghadirkan gagasannya dalam buku yang diberi judul“ Mengubah Rupa” Gerakan
Mahasiswa. Gufran A. Ibrahim –sang penulis mengelola pluralisme- mengetengahkan
bahwa berbicara terbatas ruang dan waktu, tetapi menulis melampaui ruang dan
waktu. Tentu buku ini menjadi pewarna baru dalam khazanah bangunan kesadaran
akan pentingnya menumbuhkan literasi, sehingga jejak gagasan tak menjadi
berserakan melainkan ditata dalam lembaranlembaran yang selanjutnya menjadi
pilar peradaban. Tak terbantahkan bahwa perubahan akan mewujud dalam kehidupan
nyata, bila pikiran yang lurus dan kritis masih tetap dan terus dirawat dalam
jagad raya.
Oleh
karenanya refleksi (memutar kembali) setiap etape perubahan baik melalui
gerakan-gerakan moral maupun catatan kritis merupakan suatu keharusan yang
terus dan tetap diperjuangkan.
Sesungguhnya
bukan ha lmudah menghadirkan buku ini.Sang penulis harus berjuang ekstra
menelusuri jejak rekam gerakan mahasiswa pada setiap episode dan pada level
pergerakannya.Dari sanalah ditemukan pengetahuan, informasi, bahkan mungkin
cerita yang selanjutnya mengisi ruang kosong lembaran,lalu menjadi narasi lugas
dalam Bab per Bab yang menjadi bagian dari isi buku ini. Penting kiranya
kehadiran buku ini, sebab belum banyak yang memberikan kesaksian atas gerakan
mahasiswa dalam alur berpikir gerakan yang oleh penulis disebut sebagai
“mengubah rupa”.
Apakah
konteks yang dimaksudkan adalah perlu gerakan perubahan yang dimotori mahasiswa
dalam model yang berbeda.Dalam istilah lain bahwa perspektif yang digunakan
sebagai sesuatu yang Déjà Vu sudah sepatutnya menjadi perspektif Vuja De.
Artinya semangat gerakan mahasiswa tetap sama dalam memberi respon atas setiap
kebijakan dan perubahan, namun dengan menggunakan metode dan cara membangun
gerakan dalam perspektif yang lain (vuja De). Saya menangkapnya bahwa penulis
hendak memberikan gambaran tentang peta lain arah gerakan mahasiswa
kontemporer, dengan penyebutan mengubah rupa. Kendati demikian penulis
menegaskan bahwa “rupa lain” tak akan mengabaikan khitah dan/atau semangat perjuangan
mahasiswa yang tak lain adalah sebagaiagen of control (agenperubahan).
Gerakan
mahasiswa tak bisa dilepaskan dari akar sejarah pergolakan pemikiran kelompok
yang mengklaim diri sebagai insan cita (baca: mahasiswa). Mereka bahkan mungkin
dapat dibilang telah “mewakafkan” sebagian perjalanan hidupnya untuk
mengabdikan diri dalam mendorong dan memperjuangkan suara rakyat yang abaidi
dengarkan oleh mereka yang punya kuasa.Sikap kritis dan tampak kstaria yang
dimilikinya harus diakui tak dipunyai oleh kelompok lain. Kendati demikian
terkadang mereka harus menghadapi stigmatisasi atau penerimaan yang tidak bijak
dalam setiap pergerakan yang dilakoninya.Kesadaran kritisnya tak diragukan,
sebab selalu sealur dengan nafas perjuangan dalam menyoroti dinamika setiap
ruang kuasa.Mungkin inilah yang memposisikan mahasiswa sebagai garda terdepan
pada setiap siklus perubahan yang terjadi dibangsa ini.
Buku
ini tampaknya menggambarkan kegelisahan penulis atas jalan terjal gerakan
mahasiswa, bahkan mungkin penulis hendak menegaskan bahwa pilihan gerakan
mahasiswa harus lebih transformative sehingga mampu mereduksi semua pe-label-an
negative bahwa gerakan mahasiswa ditunggangi oleh kelompok tertentu, terlebih
ditengah kuatnya arus globalisasi informasi yang sangat tipis batas antara
kebenaran dan kedunguan. Dititik inilah kesadaran kritis dan juga etis dari
seorang Ibrahim Yakub untuk memeras pikirannya dalam rangka menemu-kenali
saripati dan juga tentu kelemahan-kelemahan gerakan mahasiswa kontemporer
sehingga mampu menyuguhkan makna baru dalam diksi “Mengubah Rupa”.Sekalilagi,
bukan hal mudah mengukir huruf menjadi kata, lalu menjadi kalimat dan
selanjutnya tersusun menjadi paragraph. Namun dengan keinginan kuat dan
kokoh,buku ini mampu dihadirkan sebagai pemberi catatan kritis dan baru dalam
wacana dan tindakan gerakan perubahan yang dimotori mahasiswa. Sebagaimana
tajuk pengantar yang dipilih “meretas gelisah membingkai makna”, buku karya
Ibrahim Yakub tak lain adalah upaya meretas kegelisahan penulis dalam pencermatannya
atas gerakan mahasiswa yang “mungkin saja” mengalami pengikisan dari semangat
awalnya sehingga suara lantang yang begitu menggelegar terkadang tak lagi mampu
menggoyahkan ruang-ruang kuasa. Beranjak dari potret gelisah inilah, hendak
dikonstruksi makna sejati gerakan mahasiswa kontemporer dengan daya pengaruh
signifikan dalam mendorong agendaagenda perubahan kedepan kearah yang lebih
baik.Sudah tentu ini bukanlah tugas tunggal yang diemban oleh penulis, namun
sejatinya ia menjadi agenda bersama. Paling tidak buku ini, telah mengawali
diskursus yang mumpuni pada aras format dan konstruksi pola pergerakan
mahasiswa kini dan esok.
Oleh
karenanya tak berlebihan bila apresiasi yang tinggi kita berikan kepada penulis
yang mencoba “mengingatkan kembali” bahwa kesadaran merawat kecerdasan adalah
hal penting dalam kerangka membingkai gerakan perubahan, tentu lewat tulisan
karya- karya nyata seperti buku yang kini hadir dihadapan kita. Bahwa terdapat
hal yang belum terulas secara tuntas adalah suatu kewajaran dalam buku ini.
Mengingat
transformasi ilmu pengetahuan yang begitu cepat sehingga mengubah perspektif
yang kini terpakai harus ditinggalkan dan memilih jalan baru adalah sesuatu
yang ladzim.Namun, keinginan penulis untuk membuka kembali wacana dan/atau
diskursus tentang gerakan mahasiswa lewat bukunya merupakan kerja-kerja
intelektual yang harus terus dirawat.Bahwa terdapat kekurangan dalam buku ini
adalah sebuah kesadaran yang pasti.Sebab dengan kesadaran itu, kita
sesungguhnya telah menyepakati bahwa itulah sifat ilmu dan pengetahuan yang
selalu mengalami transformasi dan adaptasi yang terus berlangsung sepanjang
siklus kehidupan ini ada.
Akhirnya,
melalui pengantar ini saya hendak menegaskan bahwa penulis telah mencatatkan
dirinya untuk tidak tergilas oleh roda peradaban.Sebab karya ini akan tetap
mengukir nama penulis menjadi abadi, terutama ketika bahasan tentang gerakan
mahasiswa dikumandangkan. Mungkin ini pula yang membuat seorang Shoe Hoek Gie
berseloroh bahwa“ Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua adalah
dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah mati diusia tua”, wahai bayi
kecil dari tiada menjadi ada, dan kembali dalam ketiadaanmu”. Sukses selalu
adinda Ibrahim yakub.Teruslah mengukir karya, karena hanya dengan itu kita akan
selalu dikenang walau zaman akan berubah. Sekali lagi apresiasi yang tinggi
untuk penulis, semoga ini adalah karya awal yang akan menjadi pemantik untuk
menghadirkan karya-karya yang lebih monemuntal pada esok dan akan datang.
Yakin, usaha, sampai.
MENGUBAH RUPA
GERAKAN MAHASISWA
Cetakan
Pertama, Mei 2021
Penulis : Ibrahim Yakub
Penyunting : Isnul
Ar Ridha
Pemeriksa Aksara : Andi Tenri Sanna
Desain Sampul : Baim /
Sahrul Ramadhan
Tata Letak : Fadel
Assar Ihsan
Diterbitkan Oleh Akalanka Publisher
BTN Merdeka Blok F No. 10 Kelurahan Salekoe Kecamatan Wara Timur Kota Palopo,
Sulawesi Selatan, 91921 Indonesia. Telp. 0853 9400 8849 Email : akalankabuku@gmail.com
Pemegang Hak Cipta ©2021 : Ibrahim Yakub Buku ini diterbitkan secara Self-Publishing. Isi buku diluar tanggungjawab Akalanka Publisher, dan sepenuhnya menjadi tanggungjawab pemegang hak cipta
IBRAHIM YAKUB MENGUBAH RUPA GERAKAN MAHASISWA
Palopo : Akalanka Publisher
111 hlm; 11,5 cm x 17 cm
ISBN:9786239202187
Posting Komentar