Seikat Kembang untuk Bupati Indah
Yusran Darmawan
Dikenal sebagai blogger dan peneliti. Pernahbelajar di Universitas Hasanuddin, Universitas Indonesia, dan Ohio Univesity, USA. Kini, menetap di Bogor, sembari merawat blog www.timur-angin.com, di sela-sela bertugas sebagai peneliti di kampus IPB
Filosof WillDurant amat sering mengutip kalimat scriptamanent, verba volant, yang maknanya kata-kata terucap lenyap, kata-kata tertulis abadi. Setiap tuturan dan ucapan akan mudah berlalu dan tersaput angin, sementara kalimat yang ditulis dalam aksara pasti akan abadi.
Saya terkenang kalimat dari WillDurant ini saat membaca buku berjudul Mata Itu Indah yang ditulis sahabat Rizal Muthahhari. Buku ini ibarat seikat kembang yang dipersembahkan kepada Indah Putri Indriani, yang kini menjabat sebagai Bupati Luwu Utara.
Buku ini menyajikan lintasan pengalaman, serta amatan dari dekat. Rizal memosisikan dirinya sebagai seseorang yang menyaksikan Bupati Indah dari dekat.
Dia menulis refleksi, pengalaman, serta catatan yang bertujuan untuk membekukan sekeping kenyataan tentang Bupati Indah agar kelak abadi.
Saya melihat beberapa hal yang menjadi kekuatan buku ini.
Pertama, buku ini memotret kenyataan dari posisi paling dekat. Dia melihat sisi-sisi yang justru tidak pernah diungkap media-media. Di mata Rizal, Bupati Indah adalah sosok yang manusiawi dan tidak membuat jarak dengan siapapun. Dia menyapa semua orang sebagai saudara dekat dan memosisikan semua orang dalam posisi yang sejajar.
Kedua, buku ini hendak keluar dari mainstreambuku-buku mengenai pejabat di Indonesia yang sering kali menyajikan posisi seseorang seperti malaikat yang turun ke bumi. Di buku ini, kita bisa merasakan dari dekat mengenai seorang pemimpin yang melalui banyak palagan politik demi mencapai posisinya sekarang.
Saya melihat catatan ini sebagai sesuatu yang sangat berharga. Sebab, sebagaimana dikatakan WillDurant, semua yang tercatat akan abadi serta menjadi sejarah. Sehebat apapun seorang pemimpin, ketika tak ada catatan tentang dirinya, kelak akan dilupakan.
Pada titik ini, publikasi dan catatan menjadi sangat penting. Catatan itu akan mengabadikan banyak hal, yang diharapkan kelak bisa menjadi warisan berharga bagi generasi mendatang. Melalui catatan Rizal, generasi muda Luwu Utara akan tahu banyak sisi mengenai Bupati Indah yang tidak banyak ditulis media.
Saya melihat buku ini akan jauh lebih berdaya jika tidak sekadar memotret pengalaman bersama Bupati Indah, tetapi juga mengurai apa saja jejak dan lintasan pengabdiannya di jalur birokrasi.
Penting pula untuk mengurai apa saja gagasan serta ide-ide yang mendasari semua gerak pembangunan di wilayah itu, serta apa saja mimpi yang belum terealisasi. Semua pemimpin punya persentuhan dengan kenyataan, sehingga melahirkan ide-ide untuk perubahan, yang lalu dibumikan melalui kebijakan.
Saya percaya, monumen kerja-kerja Ibu Indah bisa dilihat di jejaknya di sepanjang medan pengabdiannya. Jika semuanya diurai, kita bisa mendapatkan satu perspektif yang lebih luas untuk memahami dinamika yang sedang berkembang di Luwu Utara.
Mencari Makna
Biasanya, yang dikenang dari seorang pemimpin adalah legacy atau warisan bagi satu wilayah. Jejak pemimpin terlihat dari apa yang telah dilakukannya. Jika itu baik, maka akan selalu terekam abadi di ingatan publik.
Saya teringat catatan kolumnis Thomas L Friedman mengenai
pemimpin Brazil, Lula da Silva. Pada tahun 2010, nun jauh di Brazil, suksesi
kepemimpinan hendak dilakukan. Presiden Lula da Silva yang saat itu menjabat
akan segera digantikan oleh presiden yang baru.
Lula dikenal sebagai presiden yang sukses melakukan
transformasi ekonomi secara besar-besaran di negeri yang punya banyak pesohor
di bidang sepakbola itu. Dia adalah ikon dari kedigdayaan ekonomi Brazil di
Amerika Latin.Dia dicintai warga miskin dan para pendatang di kota-kota besar.
Thomas L Friedman menulis artikel menarik tentang Lula’sLegacy atau warisan Lula. Dia
mendiskusikan bahwa setiap pemimpin selalu memiliki legacy (warisan). Hanya saja, ada yang warisannya bisa bertahan
lama dan menjadi jejak abadi di satu masyarakat, ada pula pemimpin yang hanya
dicatat dalam sejarah, tanpa meninggalkan apapun.
Pendapat Thomas Friedman ini menarik untuk ditelusuri. Banyak
pemimpin yang dikenang karena jejak yang ditorehkan. Korea Selatan akan selalu
mengenang Kim Dae Jung sebagai pemimpin yang membawa transformasi ekonomi dan
membuka era masa depan Korea. Singapura akan selalu identik dengan Lee KuanYew
dikarenakan prestasinya menjadikan negara kecil itu sebagai negara yang makmur.
Malaysia akan selalu mengenang Mahathir Mohammad.
Di Indonesia sendiri, para pemimpin hebat selalu meninggalkan
jejak mendalam di hati masyarakatnya. Bahkan beberapa kota, akan diidentikkan
dengan nama seorang pemimpin. Kita bisa melihat bagaimana Jakarta selalu
diidentikkan dengan Ali Sadikin. Banyak gubernur memimpin wilayah itu, tetapi
nama Ali Sadikin tetap terpatri di hati masyarakat sebab meninggalkan banyak
warisan berharga bagi masyarakat.
Biarpun Ali Sadikin sering dikenang sebagai gubernur yang
pemarah dan ngotot dengan ide-idenya, ia dianggap berjasa mengembangkan Jakarta
menjadi kota metropolitan yang modern. Di bawah kepemimpinannya, Jakarta
mengalami perubahan karena proyek-proyek pembangunan yang digagasnya, seperti
Taman Ismail Marzuki, Kebun Binatang Ragunan, Proyek Senen, Taman Impian Jaya
Ancol, Taman Ria Monas, Taman Ria Remaja, kota satelit Pluit di Jakarta Utara,
hingga pelestarian budaya Betawi di Condet.
Kota Makassar pun akan selalu mengenang sosok daeng Patompo.
Ia adalah walikota yang memerintah selama 14 tahun, yakni dari tahun 1962-1976.
Selain dikenal sebagai walikota terlama, dia juga sebagai walikota yang dinilai
telah melakukan perubahan di Makassar secara spektakuler.
Di masa pemerintahan Patompo, dengan berkantor di Jalan
Balaikota pada bangunan tua yang kini dijadikan museum kota, dia telah membawa
perubahan di Makassar yang luar biasa.Di eranya, wilayah Makassar lebih luas
sebab mengambil sebagian wilayah Maros dan Gowa.
Baik Lula da Silva, Ali Sadikin hingga Daeng Patompo sama-sama
mewariskan banyak hal bagi masyarakatnya. Mereka memiliki warisan berharga yang
kelak akan dikenang banyak orang. Warisan mereka ada yang abadi berupa monumen,
prasasti, bangunan, jembatan, pelabuhan, perkantoran, dan segala hal yang masih
bisa disaksikan.
Namun, ada juga warisan mereka dalam bentuk ide-ide bagaimana
menata wilayah masing-masing. Warisan pemikiran ini jauh lebih abadi, ketimbang
warisan berupa monumen yang akan lekang seiring oleh waktu.
Pada buku berjudul Mata
Itu Indah, kita berharap menemukan banyak warisan berharga Bupati Indah
untuk rakyat Luwu Utara. Dia memikirkan masyarakatnya ketika menggandeng USAID
di wilayahnya. Dia pun berbuat banyak semasa aktif di Palang Merah Indonesia
(PMI).
Beberapa masukan penting disampaikan untuk menyempurnakan buku
ini. Ibarat meminum segelas air, informasi di buku ini seakan belum bisa
memenuhi gelas. Banyak hal yang harusnya ditelusuri dan dikembangkan. Di
antaranya adalah gagasan-gagasan, apa yang sudah dikerjakan, dan apa saja yang
belum. Kita pun ingin tahu mimpi-mimpi seorang bupati di tengah keterbatasan
anggaran serta budaya kerja yang belum maksimal.
Namun, kita bisa menemukan banyak keping inspirasi di sini.
Kita bisa merasakan interaksi dan persentuhan seorang pemimpin dengan banyak
komunitas yang menjadikannya sebagai sosok yang membumi.
Melalui kedekatan dan keakraban itu, dia memosisikan dirinya
sebagai seorang warga biasa yang memiliki cahaya terang untuk membawa
masyarakatnya menjadi lebih baik. Di Luwu Utara, kita punya catatan tentang
pemimpin yang merakyat dan berbuat sesuatu bagi banyak orang.
Selamat membaca.
Posting Komentar