Kotak Kaca

 



Penulis     : Fathya Santari

Editor       : Alvin Shul Vatrick 

Penerbit   : CV. Akalanka Publisher

Cetakan    : Pertama, Oktober 2022

ISBN        : --

Ukuruan   : 13 x 19 cm, 110 halaman

Harga       : --

 

Pada hakikatnya puisi itu adalah diksi. Diksi pilihan. Diksi yang mambangun imaji estetis melalui prasa prasa yang terjaga rima dan maknanya. Tanpa diksi yang terpilih dan ditimbang matang, puisi bukan apa-apa. Meski hanya pada sepatah kata, tapi diksi yang kuat mampu membangun imaji puitikal. Menurut saya, inilah yang terbaca pada sebahagian puisi puisi Fathya Santari. Kesungguhan untuk menemukan diksi yang kuat dan  puitis, yang akan mengantarkan puisinya pada permaknaan metafor kehidupan yang bermakna: Masih ada sisa hujan semalam. Dedaun pagi berlinang, menyisakan bening kenangan.

(Rida K Liamsi, Penyair dan Budayawan)

 

Nada-nada kerinduan berkelindan dalam puisi-puisi Fathya Santari, sejuk dan ritmis, seperti beberapa kenangan indah yang melintas-lintas di batas senja. Bagi Fathya, puisi adalah terapi, yang menumbuhkan kecintaan pada gairah hidup, pada ketenangan jiwa, dan kecintaan pada lama, yang disebutnya sebagai "gemuruh ombak lautan, menatap bintang di bawah langit, di bawah bulan." Fathya telah membangun diksinya sendiri dalam berpuisi. Semoga kepribadiannya yang otentik dan unik segera menyertai. Dan semoga kumpulan puisi yang diterbitkan ini mendapat apresiasi yang luar biasa dari pembaca.

(Jose Rizal Manua, Penyair dan Sutradara)

 

Ia memeluk segala keadaan dengan benar-benar tenang. Maka, kata-kata di tangannya serupa angin, menderu sesekali meyelinap, lalu lindap dalam kepasrahan dan keikhlasan. Diksi yang kokoh dan menawarkan beragam pemikiran lahir dari perjalanan panjang yang di hatinya barangkali selalu pagi; sebab semangat selalu bercahaya dalam gelap yang pekat. Maka, lagi-lagi diksi kadang terasa serupa air, kdang pula serupa api. Kata-kata menjadi puisi, terangkai begitu alami dari daun-daun mimpi yang berguguran. Tapi kelak, Fathya Santari yakin ia akan tumbuh kembali. Tahniah atas hadirnya buku indah yang lahir dari air mata dan kemudian menjadi mahakarya; puisi.

(Kunni Masrohanti, Ketua Penyair Perempuan Indonesia)

 

1 Komentar

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama